| ]

Polemik bisa atau tidaknya mahasiswa Sekolah Vokasi (SV) Universitas Gadjah Mada (UGM) melanjutkan pendidikan sarjana strata 1 (S-1) di kampus tersebut akhirnya terjawab.

Dalam Sidang Pleno Khusus Senat Akademik (SA) UGM diputuskan, para lulusan sekolah vokasi dapat melanjutkan studi ke program S-1 di kampus tersebut.

"Ada dua keputusan dalam rapat khusus SA, yaitu mahasiswa vokasi bisa alih jenis ke S-1 dan pembukaan program diploma (D-4)," ungkap Wakil Rektor Senior Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) UGM Retno Sunarminingsih kemarin.

Keinginan mahasiswa sekolah vokasi terkabul bukan berarti mereka secara otomatis bisa langsung alih studi ke S-1. Tetap ada persyaratan yang harus mereka penuhi. Di antaranya persyaratan nilai minimal indeks prestasi kumulatif (IPK), lulus tepat waktu, dan umur ijazah. "Untuk IPK minimal 3,25, menyelesaikan studi tiga tahun, dan ijazah berumur dua tahun sejak lulus," paparnya.

Selain itu, kuota mahasiswa sekolah vokasi maksimal lima persen dari daya tampung jurusan atau program studi (prodi) sejenis. Alasan pembatasan kuota adalah sesuai ketentuan, yakni penerimaan alih jenis melebihi 10 persen akan membuat akreditasi jurusan dan prodi itu turun.

"Karena itu, untuk kuota ditetapkan hanya lima persen dari daya tampung," ucapnya.

Keputusan ini hanya berlaku bagi mahasiswa SV angkatan 2011 dan sebelumnya. Ketentuan umur ijazah maksimal dua tahun setelah lulus SV. Bagi mahasiswa SV angkatan 2012 ke atas harus mengikuti aturan yang ada, yakni sesuai tujuan program pendidikan SV yaitu menciptakan tenaga ahli yang dibutuhkan pasar.

"Hal ini juga sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)," ucap Retno.

KKNI menyebutkan, di dalam pendidikan ada jalur formal dan nonformal. Dalam jalur ini, ada tiga jenis yaitu akademik, profesi, dan vokasi. Sementara jalur akademik adalah mempersiapkan lulusan sebagai ilmuwan sehingga dalam perkuliahan lebih difokuskan pada teori dalam ilmu pengetahuan. Adapun vokasi guna memenuhi kebutuhan pasar sehingga perkuliahannya lebih difokuskan pada keahlian dan terapan langsung sesuai jurusan atau prodi tersebut.

"Dengan adanya perbedaan tersebut maka tidak dapat dicampuradukkan antara program S-1 dan vokasi karena sekolah vokasi merupakan terminal," tandasnya.

Menanggapi keputusan ini, Koordinator Advokasi Forum Komunikasi Mahasiswa Sekolah Vokasi (Forkomsi) UGM Annisa mengutarakan, meskipun dikabulkan, tapi tetap keberatan dengan beberapa persyaratan guna melanjutkan studi S-1, misalnya syarat IPK dan kuota. Dengan IPK minimal 3,25 dan kuota lima persen dari daya tampung jelas sangat memberatkan mahasiswa.

"Dengan syarat itu, posisi kami mengambang antara bisa dan tidak. Karena itu, kami minta persyaratan itu ditinjau ulang dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua mahasiswa sekolah vokasi yang ingin alih jenis," kata mahasiswa Vokasi Bahasa Inggris angkatan 2010, yang biasa dipanggil Icha ini.

Selain itu, karena alih jenis ini hanya bagi mahasiswa SV angkatan 2011 dan sebelumnya dan tidak berlaku bagi angkatan 2012, pihaknya meminta UGM segera menyosialisasikan hal ini kepada mahasiswa baru 2012 bahwa sekolah vokasi adalah pendidikan terminal dan tidak bisa melanjutkan S-1 ke UGM.

"Harapannya, mahasiswa baru sekolah vokasi 2012 mengerti atas pilihannya. Jangan sampai seperti saat kami masuk dulu," tandasnya.